Langsung ke konten utama

Jogja Ruang Seni


                                                                      instalasi arsitektur, spa2, ukdw
         
         Di Jogja, orang selain bicara tentang bagaimana kota seni senyatanya, maka di Jogja pula mereka menemukan solusinya. Kota seni senantiasa berhubungan dengan keindahan arsitektur kotanya, khususnya tersedianya ruang publik di tengah kota untuk aktivitas seluruh warga kota. Mempercantik kota bukan dengan semata-mata menempatkan sebuah produk arsitektur perkotaan, tetapi dengan niatan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat yang tinggal melalui seni budaya setempat. 

         Ruang publik merupakan denyut kehidupan kota menjadi terasa. Di ruang publik, masyarakat melakukan aktivitas seni budaya. Seni grafis, mural, di Jogja menyadarkan kita akan banyaknya ruang-ruang di kota yang terabaikan. Seni instalasi telah berperan mengangkat kembali ruang-ruang yang sebenarnya sunyi karena alasan manfaat. Hal yang sama kita lihat pada aksi-aksi yang dilakukan oleh para seniman seperti Didik Nini Thowok yang “ngamen” di Malioboro beberapa waktu yang lalu. Usahanya mengangkat ruang-ruang kota sebagai tempat berkesenian telah menguatkan citra kota sebagai kota yang berbudaya.

         Lebih jauh lagi mereka mengajak publik kota menemukan perca-perca ruang kota itu menjadi lebih bernilai. Menghidupkan dan merevitalisasi ruang publik Kota Yogyakarta menjadi ruang kesenian dan aktivitas budaya untuk warga kota dan pendatang akan memberikan karakter dan pencitraan bagi kota yang manusiawi, serta memberikan kesejahteraan bagi penghuni kota. Ruang terbuka untuk publik berkesenian dapat dibangun:
  • Meningkatkan ruang terbuka yang melibatkan warga kota,
  • Merevitalisasi kawasan pusat kota, down town, sebagai pusat aktivitas berkesenian
  • Membangun kesepakatan pengelolaan ruang publik melalui aktivitas kesenian.
          Ruang publik kota untuk penyelenggaraan aktivitas kesenian yang dinikmati masyarakat luas, bersifat outdoor, yakni festival, parade, performan, pameran, basaar, rekreasi. Kawasan pusat kota, down town,  merupakan arena rekreasi keluarga, wisatawan, untuk berinteraksi dan saling bertemu untuk berbagai aktivitas rekreasi pasif dan aktif.

Materi ini disampaikan dalam acara ’Bisnis Properti’ TVRI Yogyakarta, November 2010.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merefleksi Arsitektur YB Mangunwijaya

Pendekatan perancangan arsitektur memiliki dimensi yang hampir tanpa batas. Setiap sekolah arsitektur memiliki keyakinannya masing-masing, dan lalu mengembangkannya agar memperoleh legitimasi dari berbagai pihak. Bagi arsitek, membuat ruang adalah tujuan nyata, namun merangkai bentuk tak kalah peliknya. Mulai dari mengolah dan memberdayakan bahan atau menarik garis merah dari sejarah yang melingkupinya sah-sah saja, dan hal itu akan selalu menjadi perbincangan tiada henti. Maka membahas pendekatan perancangan menjadi penting, namun dari mana memulai, dan bagaimana melakukannya adalah bagian yang relatif sulit namun amat berharga. Apatah dikata, kita sering terjebak oleh metoda kerja yang telah dilakukan oleh para arsitek besar, yang menghasilkan karya megah, dengan argumentasinya yang tak terbantah. Dan kemudian ketika kita memraktekkannya ternyata kita hanya sekadar menjadi pengikutnya belaka. Di sekolahan, bila mahasiswa tak sepaham dengan dosen, seringkali menjadi masalah besar pul...

Senja di Kotagede (1)

Kotagede terletak di selatan Kota Yogyakarta. Asal mula Kotagede dapat dijelaskan dari dua versi. Yang pertama, yakni versi sejarah yang telah dibuktikan dengan keberadaan artefak arkeologis seperti makam Panembahan Senapati di Makam Agung (Van Mook, 1972). Melacak peninggalan arkeologis yang ada, Inajati (2000) menunjukkan struktur Kotagede terdiri atas kraton, masjid, pasar dan alun-alun.  Komponen kawasan tersebut diistilah dengan Catur Gatra . Versi ini dilengkapi dengan adanya cerita rakyat. Selain itu di Kampung Dalem, terdapat sebuah cungkup, rumah-rumahan berisikan untuk watu gatheng (batu untuk mainan gatheng ), watu genthong (batu berceruk konon digunakan untuk menghamtam kepalanya Mangir), serta watu gilang (batu untuk singgasana). Ketiga batu tersebut diyakini memiliki kaitan dengan Panembahan Senopati. Wilayah Kotagede ditinggalkan oleh Sultan Agung dan penerusnya yang memilih untuk pindah ke Kerta, Pleret hingga Kartasura. Setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1775...

TAMPILAN ARSITEKTUR

Catatan: Tampilan Arsitektur , adalah buah pikir Prof. Josef Priyotomo. Tulisan ini saya peroleh dari rekan Dr. M Muqoffa, UNS Surakarta. Saya merasa senang dengan tulisan ini sehingga merasa untuk berbagi dengan para sahabat sekalian. Selamat menikmati .     oleh: josef priyotomo Tampilan: apa dan siapa dia? Tergantung pada sisi tinjau manakah penjawab pertanyaan itu, di situ pulalah kebenaran dan kesalahan, persetujuan dan penolakan atas jawabannya diletakkan. Bagi pihak yang masih menempatkan ruang sebagai panglima dalam arsitektur, misalnya, maka tampilan bukanlah sebuah ihwal yang perlu perhatian yang setara dan sepadan dengan perhatian terhadap ruang arsitektur. Mereka yang mengikuti dogma ‘form follows function’ mengatakan bahwa bentuk muncul sebagai akibat dari pananganan atas ruang dan fungsi. Dalam lingkungan penganut pandangan itu, bahkan tidak jarang ada kesan bahwa bentuk itu disinonimkan dengan ruang. Lihat saja Glass House dari Philip Johnson atau Tugendhat Ho...